My Home


Lihat My Home di peta yang lebih besar

Menata Hati

Oleh Syaripudin Zuhri

Dalam pergaulan, seringkali manusia menemukan orang-orang yang kadang kadang kasar dan tak segan-segan mempermalukan orang lain di depan umum, dengan caci maki atau penghinaan, yang anehnya, orang kasar seperti itu bukan hanya di temukan pada orang yang, maaf, kurang pendidikan atau “tak makan bangku sekolahan”, Kata-kata kasar, memaki atau menghina orang lain di depan umum, ternyata juga dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai pendidikan tinggi alias sudah “makan bangku sekolahan atau makan bangku kuliahan”, bahkan kadang-kadang punya gelar akademis yang berjejer, di depan atau di belakang namanya.
Aneh memang, orang yang punya pendidikan tinggi, kok kata-katanya kasar dan tak segan menghina orang lain di depan umum, lalu akhlaknya dikemanakan? Kalau orang yang tak punya pendidikan, mungkin kita bisa maklum, tapi itulah manusia. Mungkin saja, menghina atau kata-kata kasar sudah bawaan, "dari sananya”, hingga sering kali atau dengan mudahnya kata kasar keluar dari mulutnya, bahkan sering kali juga keluar kata-kata binatang dalam sumpah serapahnya ! Mari kita berlindung kepada Allah SWT dari perbuatan yang demikian. Yang repotnya lagi kalau cacai maki itu di internet, di blog, ini akan di baca orang seluruh dunia dan selama tak di delete, kata itu akan terus tercatat, akan tetap ada, itu berarti energy buruk telah di alirkan ke para pembaca dan kalau yang baca ikut-ikutan mencaci maki orang juga lewat blog tadi, maka akan terjadi mata rantai dosa yang terus menerus menimpa orang yang pertama kali! Apa tak orang tersebut tak menyadarinya? Atau memang itu salah satu cara melepaskan uneg-unegnya yang tak berkesudahan. Astagfirullah.
Orang yang demikian itu mungkin lupa, belum mengetahui atau pura-pura tidak mengetahui agar berkata lemah lembut dalam kegiatan apapun, bukankah Nabi mengajarkan kelembutan, rendah hati, ramah dan berbagai tingkah laku sopan lainnya? Kalau kita berlaku kasar, ketika kita mengajak orang pada kebaikan, sepertinya mustahil mereka akan mengikuti apa yang akan kita katakan, iyakan? Loh gimana mau ikut, kalau yang mengajak sudah penuh kekasaran?
Namun demikian, kalau kita yang mendapat hinaan, cacian atau sumpah serapah lainnya, kalau mau membalas, iya silahkan saja, namun memaafkan itu lebih baik. Kalau soal dihina, sepertinya kita belum apa-apa, dibandingkan dengan para pembawa risalah ketuhanan, Mereka bukan hanya di sumpah serapah dengan kata-kata kasar, bahkan di “cap” gila, mana ada hinaan, caci maki yang lebih kasar dari “cap” gila?
Nah, saat menghadapi hinaan, caci maki atau apapun namanya yang bernada kasar, maka diperlukan sikap yang bijak, jangan di lawan. Di lawan, sama “gila”nya. Pada saat itu memang diperlukan penataan hati yang sebaik-baiknya, agar tak mudah marah atau mudah tersinggung, buat apa tersinggung? Toh hinaan atau caci maki tidak menyebabkan kematian, tidak menyebabkan orang sedang dihina menjadi hina atau tercela, yang terjadi sebaliknya, yaitu justru yang yang sering menghina orang lain dengan kata-katanya yang amat kasar, apa lagi di depan umum atau di hadapan orang banyak, kualitas orang itu sudah sangat-sangat jelas, sangat rendah, sangat hina. Jadi, mengapa takut dihina? Mengapa tersinggung bila dihina? Mengapa sakit hati bila dihina?
Begitu juga , ketika mungkin saja, orang-orang yang dicintai, dikasihi atau disayangi tiba-tiba meninggalkanmu, pada saat itu di perlukan penataan hati, agar yang terjadi tidak putus asa, tidak membawa kepada hal-hal yang tak di inginkan. Karena sering kali kita temukan, orang dengan mudah saja, menghabisinya hidupnya, hanya disebabkan “patah hati” atau “hatinya patah” hatinya luka, berdarah-darah, yang katanya sakitnya bukan main. Pada saat itu benar-benar harus ditata hatinya, dikembalikan pada Sang Pemilik Hati yang sesungguhnya, yaitu Allah SWT.
Sakit hati karena hinaan atau cacai maki, normal saja, karena manusia memang punya perasaan dan perasaan itu berhubungan dengan hati. Namun agar hati tidak sakit karena hinaan atau sumpah serapah orang lain, ada metode yang menarik yang bisa digunakan, salah satunya adalah: ketika kau dimarahi oleh orang lain, entah itu atasanmu atau bosmu dalam bekerja, atau temanmu yang tiba-tiba saja marah dan “menyemprot”mu dengan kata-kata kasar atau siapa saja yang marah padamu dengan mengeluarkan kata-kata kasar, senyumlah pada saat itu, perhatikan orang yang sedang marah itu, jadikan “tontonan” yang menarik, niscaya kau akan menemukan “sesuatu” yang memang menarik.
Loh gimana sih, orang marah kok menarik? Ya, menarik untuk menjadi “tontonan”mu secara gratis dan kaupun tak menjadi sakit hati karenanya, kaupun tak tersinggung karena marahnya, kau mungkin bisa, malah menjadi senang karena marahnya? Loh kok bisa? Coba saja deh, bila suatu saat kau dimarahi orang, siapapun orangnya, hadapi dengan tenang, nikmati marahnya dan tersenyumlah. Niscaya ada ‘sesuatu” di hatimu pada saat itu, bukan hatimu sakit, malah bahagia, apa lagi bila mengetahui bahwa saat kita di hina, dimarahi, di sakiti oleh orang lain, padahal kita tak menyakiti mereka, maka sudah suatu keuntungan yang luar biasa, tanpa usaha apa-apa, pahala kita bertambah dari orang yang menyakiti kita, menghina kita dan dosa-dosa kita berkurang, karena sudah diambil oleh orang yang sedang menghina atau memarahi kita, enak kan? Membahagiakan bukan?
Ada memang atau bahkan banyak, dimana orang ketika dimarahi atau dihina, menimbulkan dendam, apa lagi yang menghina atau yang memarahi adalah orang yang lebih atas darinya, baik usianya, kedudukannya, pekerjaannya, jabatannya dan lainnya sebagainya, dimana dia tak dapat membalasnya, bahkan tertunduk diam, malu, gemeteran, keluar keringat dingin dan lainsebagainya, pokoknya runyam. Nah bagaimana bila terjadi demikian? Lagi-lagi perlu penataan hati, perlu ketenangan hati, perlu ketajaman mata hati. Yang jelas, jangan patah hati, jangan sakit hati. Katakanlah: Dimarahi bukan akhir perjalanan hidup, di hina, tidak menyebabkan kematian, dihina, tidak menghancurkan kehidupan. Lalu mengapa menjadi sakit hati karenanya? Lalu mengapa perlu dendam? Buat apa dendam, bukankah dendam hanya menambah penyakit dalam hati?
Mengapa perlu ketajaman mata hati? Hati yang matanya tajam, tak akan mudah tersinggung dengan berbagai hinaan, caci maki, celaan atau “cap” apapun yang bernada buruk. Hati yang tajam adalah hati yang penuh dengan keikhlasan, hati yang penuh dengan nada-nada kasih sayang dan kelembutan pada apa dan siapapun, termasuk pada orang-orang yang menghinanya, mencaci makinya, yang mencelanya. Orang yang penuh keikhlasan dalam hatinya, akan mendoakan orang yang menghinanya agar mendapat taufik dan hidayahNya, agar orang yang tadinya penuh dengan kata-kata kasar, akan berubah 180 derajat menjadi sangat lembut dan sangat santun. Ah, alangkah indahnya bila hidup ini dipenuhi oleh orang yang hatinya lapang, hatinya ikhlas, hatinya lembut, hatinya penuh kedamaian, hatinya penuh maaf, hatinya penuh doa untuk orang lain.
Nah, orang yang sudah punya ketajaman mata hati, tak mudah tersinggung dengan kata-kata kasar orang lain, tak mudah marah ketika orang menyidir dirinya, tak mudah sakit hati ketika orang lain menghinanya, tak mudah dendam ketika dikhianati orang lain, tak mudah marah-marah bila menemukan sesuatu yang tak berkenan di hatinya, tak mudah menyalahkan orang lain ketika sesuatu menimpa dirinya, tak mudah mencari “kambing hitam” atas kesalahnnya sendiri, tak mudah sakit hati bila di tinggal pergi orang yang dicintai, tak menyerah bila sesuatu yang dicita-citakan tak tercapai, tak mudah mengrung diri bila dijauhi, tak mudah melarikan diri bila ujian datang menghampiri, tak mudah putus asa bila harapan tak sesui dengan kenyataan dan seterus. Yang ada di hati dan lisannya adalah tetap pujian untukNya, alhamdulillah, alhamdulillah dan alhamdulillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar