oleh Meniti Jalan Ilahi pada 23 Februari 2012 pukul 1:43 ·
“Wahai sekalian orang yang baru beriman di mulut saja, yang keimanan itu belum masuk ke dalam relung hatinya, janganlah kalian menggunjing (mengghibah) kaum muslimin atau mencari-cari kejelekannya. Sesungguhnya orang yang mencari-cari kejelekan orang beriman maka Allah SWT akan mencari-cari kejelekannya. Barangsiapa yang kejelekannya dicari-cari oleh Alloh, maka Alloh akan mempermalukan dirinya di rumahnya.” (HR. Abu Daud dan Imam Ahmad, shohih).
Dari Sa’id bi Zaid, beliau menceritakan bahwa Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya riba yang paling mengerikan adalah mencemarkan kehormatan seorang mulim tanpa alasan.” (HR. Abu Daud dan Imam Ahmad, shohih).
Dari Jundab bin Abdillah, beliau mengatakan: Aku mendengar Rosululloh saw bersabda:
“Barangsiapa yang menyebarkan aib orang lain, maka Allah SWT akan menyebarkan aibnya pada hari kiamat.” (HR. Imam Bukhori).
"Sesungguhnya orang yang mati bertobat dari dosa menggunjing akan terakhir masuk surga. Sedangkan yang mati membawa dosa menggunjing pertama kali masuk neraka. Firman Allah SWT:
"Amat celaka buat orang-orang ahli mengumpat dan mencela (menggunjing). (QS.104 Al Humazah:1)"
Maksudnya siksa paling hebat "yang mencelamu" ketika kamu tidak ada dan mencelamu saat didepan wajahmu. Pertama kali ayat diatas turun mengenai Walid bin Mughirah yang menggunjing Nabi SAW dan umat Islam dihadapan mereka. Bisa saja sifat ayat diatas amat khusus, namun ancaman siksanya bersifat umum. Nabi SAW bersabda:
"Takutilah akan pergunjingan, sebab perbuatan itu lebih berat daripada berzina".
Para sahabat bertanya:
"Bagaimana bisa terjadi lebih berat dari zina".
Nabi SAW menjawab:
"Sesungguhnya seorang lelaki berzina dan bertobat, lalu Allah SWT menerima taubatnya. Namun orang yang menggunjing tidak akan diampuni sebelum yang digunjing mengampuni".
BAHAYA GHIBAH (MENGGUNJING) :
1. Orang yang melakukan ghibah segala amal baiknya akan dilimpahkan kepada orang yang dipergunjingkan. Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang mempergunjingkan seorang muslim baik lelaki maupun perempuan,
Allah SWTtidak akan menerima shalat dan shaumnya selama empat puluh hari empat puluh malam sampai orang yang dipergunjingkan itu memaafkanya”. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata : “Jika engkau melakukan ghibah mintalah agar engkau dihalalkan dari ghibah itu dengan memohon maaf kepada orang yang engkau pergunjingkan. Jika engkau tidak dapat menemuinya beristighfarlah kepada Allah SWT”. Artinya jika kita belum meminta maaf kepada orang yang kita pergunjingkan maka pahala kita masih “tertahan” sampai orang yang dipergunjingkan itu memaafkan.
2. Orang yang suka menggunjing berangkatnya berasal dari su’uzhan (buruk sangka). Orang yang suka buruk sangka akan kembali kepada dirinya sendiri. Semakin kita menjelekan orang lain kita juga semakin jelek tapi jika berbaik sangka maka kita akan semakin sempurna.
Bagaimana sikap seorang mukmin ketika mendengar GHIBAH atau GOSIP :
Imam Nawawi berkata di dalam Al-Adzkar: ”Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu, kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika hal itu memungkinkan.
Jika dia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau dengan memotong pembicaraan ghibah tadi dengan pembicaraan yang lain, maka wajib baginya untuk melakukannya. Jika dia tidak melakukannya berarti dia telah bermaksiat.
Jika dia berkata dengan lisannya: ”Diamlah”, namun hatinya ingin pembicaraan ghibah tersebut dilanjutkan, maka hal itu adalah kemunafikan yang tidak bisa membebaskan dia dari dosa. Dia harus membenci gibah tersebut dengan hatinya (agar bisa bebas dari dosa).
Jika dia terpaksa di majelis yang ada ghibahnya dan dia tidak mampu untuk mengingkari ghibah itu, atau dia telah mengingkari namun tidak diterima, serta tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan majelis tersebut, maka harom baginya untuk istima’(mendengarkan) dan isgho’ (mendengarkan dengan seksama) pembicaraan ghibah itu. Yang dia lakukan adalah hendaklah dia berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lisannya dan hatinya, atau dengan hatinya, atau dia memikirkan perkara yang lain, agar dia bisa melepaskan diri dari mendengarkan gibah itu. Setelah itu maka tidak dosa baginya mendengar ghibah (yaitu sekedar mendengar namun tidak memperhatikan dan tidak faham dengan apa yang didengar), tanpa mendengarkan dengan baik ghibah itu, jika memang keadaannya seperti ini (karena terpaksa tidak bisa meninggalkan majelis gibah itu). Namun jika (beberapa waktu) kemudian memungkinkan dia untuk meninggalkan majelis dan mereka masih terus melanjutkan ghibah, maka wajib baginya untuk meninggalkan majelis”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَإذَا رَأَيْتَ الَّذِيْنَ يَخُوْضُوْنَ فِيْ آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوْضُوْا فِيْ حَدِيْثٍ غَيْرِهِ, وَ إِمَّ يُنْسِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ فَلاَ تَقْعُدْ بَعْدَ الذِكْرِ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ
“Dan apabila kalian melihat orang-orang yang mengejek ayat Kami, maka berpalinglah dari mereka hingga mereka mebicarakan pembicaraan yang lainnya. Dan apabila kalian dilupakan oleh Syaithon, maka janganlah kalian duduk bersama kaum yang dzolim setelah kalian ingat”. [Al-An’am : 68]
Benarlah perkataan seorang penyair…
وَسَمْعَكَ صُنْ عَنْ سَمَاعِ الْقَبِيْحِ كَصَوْنِ اللِّسَانِ عَنِ النُّطْقِ بِهْ
فَإِنَّكَ عِنْدَ سَمَاعِ الْقَبِيْحِ شَرِيْكٌ لِقَائِلِهِ فَانْتَبِهْ
Dan pendengaranmu, jagalah ia dari mendengarkan kejelekan
Sebagaimana engkau menjaga lisanmu dari mengucapkan kejelekan itu.
Sesungguhnya ketika engkau mendengarkan kejelekan,
Engkau telah sama dengan orang yang mengucapkannya, maka waspadalah.
Dan meninggalkan majelis ghibah merupakan sifat-sifat orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَإِذَا سَمِعُوْا اللَّغْوَ أَعْرَضُوْا عَنْهُ
“Dan apabila mereka mendengar lagwu (kata-kata yang tidak bermanfaat) mereka berpaling darinya”. [Al-Qashash : 55]
وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”. [Al-Mu’minun :3]
Bahkan sangat dianjurkan bagi seseorang yang mendengar saudaranya dighibahi bukan hanya sekedar mencegah gibah tersebut, tetapi untuk membela kehormatan saudaranya tersebut, sebagaimana sabda Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عَنْ أَبِيْ الدَّرْدَاءِ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ : مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيْهِ, رَدَّ اللهُ وَجْهَهُ النَّارَ
“Dari Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang mempertahankan kehormatan saudaranya yang akan dicemarkan orang, maka Allah akan menolak api neraka dari mukanya pada hari kiamat”
Bertaubat dari dosa ghibah (menggunjing) :
Seharusnya si penggunjing mohon ampun kepada Allah SWT sebelum ia berdiri dari tempat duduk menggunjing, atau sebelum pergunjingan itu sampai kepada yang digunjing. Karena tobatnya si penggunjing yang belum sampai ke telinga orang yang dimaksud akan diampuni Allah SWT. Bila sudah sampai ke telinganya, hal itu tidak dimaafkan kecuali minta maaf kepada orang yang digunjingkan.