My Home


Lihat My Home di peta yang lebih besar

Spiritual Leadership: Apakah Pimpinan Anda Brengsek?

Tidak banyak orang yang “beruntung”, yang sekali masuk kerja langsung mendapat seorang pimpinan yang ideal, yang berhasrat membimbingnya, yang bersedia mendengar keluhan-keluhannya, yang menunjukkan jalan ke arah kemajuan, yang siap memberi saran bila dia membutuhkannya, yang bukan hanya siap memberi maaf bila dia berbuat kesalahan, tetapi menerima kesalahan dia sebagai bagian dari upaya kemajuan, yang memberi sebuah tepukan hangat pada pundaknya bila dia menyelesaikan tugas dengan baik. Mungkin Anda saat ini adalah salah satu dari orang yang “beruntung” itu, walaupun kemungkinan besar bukan.
Yang lebih mungkin adalah Anda mendapat pimpinan yang tidak mau, atau tidak bisa membimbing. Tidak mau membimbing karena dia memendam perasaan takut Anda saingi apalagi Anda lompati. Keberadaan Anda dia butuhkan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugasnya, tetapi pada saat yang sama juga merupakan ancaman bagi kedudukannya.
Dia tidak mau mendengar keluhan-keluhan maupun saran-saran Anda, karena saran apalagi kritik berarti pengakuan bahwa Anda lebih pandai, lebih kreatif daripada dia. Ini juga ancaman bagi pimpinan Anda.
Yang lebih mungkin adalah Anda berhadapan dengan pimpinan yang “brengsek”, yaitu pimpinan yang bukan hanya tidak mau tetapi memang tidak bisa membimbing, yang enggan menerima saran apalagi kritik. Pimpinan begini biasanya pandai mengkambing hitamkan anak buah, pelit dalam memberi pujian tetapi haus pujian dan menikmati penjilatan.
Bila Anda mendapat seorang pimpinan yang brengsek ini, bersyukurlah.
Ya, bersyukurlah. Pertama, karena kita tidak mempunyai kuasa untuk memilih pimpinan kita. Begitu kita bekerja, pimpinan itu sudah ada. Nanti pimpinan berganti, bukan kita yang menentukannya melainkan orang lain yang lebih tinggi dari dia.  Jadi kita tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menerima pimpinan yang ada. Menerima dengan perasaan syukur.
Bersyukurlah, karena pimpinan yang brengsek itu memang disediakan oleh Tuhan untuk Anda. Agar Anda belajar dari dia. Belajar bukan dari buku, tetapi belajar langsung. Langsung melihat, langsung merasakan bagaimana rasanya dipimpin oleh seorang pimpinan brengsek.
Saya pernah, pada awal saya bekerja, mendapat pimpinan yang saya anggap “brengsek”. Begitu “brengsek” nya pimpinan saya itu sehingga saya mendoakannya agar dia kerobohan pohon dan mati. Tentu saja permohonan saya itu tidak dikabulkan oleh Tuhan.
Setelah tahun-tahun berlalu, saya menengok lagi ke belakang, ke saat-saat dia menjadi pimpinan saya, saya bisa melihat betapa di balik ke”brengsekan” pimpinan itu terdapat kebaikan-kebaikan. Kebaikan-kebaikan yang saat itu tidak terlihat karena pandangan saya telah tertutupi oleh kaca mata “brengsek” yang menutupi mata saya.
Yang kedua, saya sekarang menyadari betapa pentingnya menerima keadaan sebagaimana adanya saat ini. Kalau saat ini pimpinan kita adalah dia yang “brengsek” itu ya kita terimalah keadaan itu sebagaimana adanya, tanpa ngelamun, tanpa berkhayat, tanpa berandai-andai. Karena pimpinan yang “brengsek” itupun diberikan oleh Tuhan kepada kita agar kita dapat belajar dari dia. Kita hidup di dunia ini pada hakekatnya untuk belajar. Belajar dari apa saja dan siapa saja yang lewat dalam perjalanan hidup kita yang disajikan oleh Tuhan. Agar kita belajar leadership bukan hanya dari buku-buku, dari katanya….katanya…..Tetapi dari pengalaman nyata. Merasakan pengalaman nyata. Ibarat anak kecil yang perlu belajar mengalami betapa api itu panas dan es itu dingin.
Dengan berkat Tuhan, semoga hati kita semakin terbuka
dan langkah kepemimpinan kita semakin mendekat kepada Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar