Sebuah status medsos yang mengusik
> “Bila
PNS dapat THR, bila Guru PNS dapat Gaji 13 dan TPP, bila para buruh dapat THR
dan uang lembur, maka para Honorer dapat "Melihat sambil ngeces dan
domblong".
> “Honorer
yang mayoritasnya adalah para guru diberbagai daerah pelosok tidak sedikit yang
hanya menerima honor 200-300 ribu perbulan”.
> “Guru
honorer "diceraikan" oleh
sang istri tercinta dan dalam gugatanya disebutkan karena sang istri hanya
mendapatkan uang bulanan dari suami hanya Rp. 150.000/ bulan”.
> “Saya
jg sbg honorer diaceh sudah 12 thn,jgn kn dpt THR n gaji 13,,honor kami sj sdh
6 bulan tdk dibyr,padahal beban kerja km jg sm spt PNS 24 jam dlm smgu,tp
pemerintah sll menutup mata hatinya terhadap nasib honorer “.
> “Pemerintah tidak
becus mengurus Honorer”.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada rekan-rekan
Honorer sehingga dikhawatiran apa yang menjadi niat ibadah menjadi rubah karena
:
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Arti Ayat : "Maka,
nikmat Tuhan-Mu yang manakah yang engkau dustakan?"
(QS Ar-Rahmaan: 13)
Hidup adalah
pilihan, menjadi honorer pun merupakan pilihan yang sudah dipertimbangkan oleh
seorang penyandang Gelar Sarjana Pendidikan. Jika sebuah ukuran kesejahteraan
adalah mendapat imbalan yang besar dan karena menjadi honorer gajinya kecil,
tidak dapat THR,tidak dapat Gaji 13, tidak dapat TPP dan sebagainya, kenapa
memilih menjadi Honorer. Awal menjadi hononer kan sudah tahu gajinya kecil kenapa
tetap dipilih?
Jangan karena awal
beralasan ingin mengabdi sudah mengabdi “ingin
yang lebih” maka ITULAH MENJADI KEKHAWATIRAN MENGHILANGKAN “ESENSI
TUJUAN HIDUP DI DUNIA UNTUK IBADAH” sebagaimana QS Ar-Rahmaan: 13.
Jika pilihan itu
menjadi mudhorot bukannya mashlahat kenapa harus tetap memilih menjadi
Honorer!!!
Dengan berbagai macam alasan dari beribu
kepala tidak akan menyelesaikan masalah karena masing-masing berhak
mengeluarkan pendapat selama tidak bertentangan dengan norma hukum. Mari kita
dalami apa dibalik Allah SWT memberikan IZIN-NYA kepada yang mengabdi
benar-benar tidak menjadi PNS, sementara yang baru atau bodong atau karena
nepotisme bisa menjadi PNS padahal itu salah. Jawaban yang paling hakiki
dikembalikan kepada masing-masing individu sampai sejauh mana tingkat
keimanan-Nya.
Bukan tidak ingin BER-EMPATI terhadap sesama
Honorer tetapi mari syukuri apa yang sudah Allah berikan garis hidup kita di
dunia, dilanjutkan dengan usaha dan ikhtiar karena dengan mengeluh tidak akan
menghasilkan apa-apa.
Saya Heru K. Nirwantya Honorer Swasta Murni,
Istri Tini Rosmayani Honorer Negeri.
Saya tidak pernah mengajar di Sekolah Negeri
dari Tahun 1995 sampai sekarang pernah mendapat fungsional, sudah sertifikasi
tahun 2011 dapat tunjangan sertifikasi 6 bulan sesudah itu berhenti tidak lagi
mendapat tunjangan (Tidak perlu bertanya karena akan menambah perdebatan yang
tidak akan menyelesaikan masalah), Masuk Kategori 2 lolos seleksi awal namun
tidak dilanjutkan karena BODONG (Swasta Murni) jika dilanjutkan yakin akan
menjadi PNS (Maaf Bukan Takabur).
Alhamdulillah Tahun 2014 mendirikan sekolah
SMK Al Insani Cicalengka (Maaf Bukan Warisan Sekolah tetapi Warisan Do’a dari
Orang Tua) walaupun jumlah siswa hanya 23 orang karena kurang peminat
sehubungan Kompetensi Keahliannya Busana Butik/Tata Busana, siswa bebas tanpa membayar SPP, belum
menerima BOS sampai tulisan ini dibuat, Staf Pengajar setiap bulan tetap
mendapatkan Haknya tidak ditunggak.
Semoga menjadi inspirasi bagi rekan-rekan
Honorer
PNS Bukan Harga Mati Untuk Mengisi Tugas
Kita di Dunia
Tidak Menjadi Mati Kita di Dunia karena
Tidak PNS
Tetap Bersyukur, Bersedekah, Berkarya untuk
Beribadah